<
Saya harus memastikan kalau ini memang bukan kalimat pendekar paling garing yang pernah anda tonton sepanjang 2017. Benar kan? Kalimat ini berasal dari verbal Roland Deschain sang Gunslinger, pendekar dari The Dark Tower yang begitu mahir menembak, ia hingga bisa menembak dengan akurat peluru yang memantul menggunakan pantulan peluru pula. Saat Idris Elba memberikan kalimat tadi dengan ekspresi serius, kegaringannya berkurang dan jadinya terdengar sedikit lebih elegan. Dengan jubah gelap dilengkapi dengan ikat pinggang penuh amunisi, Elba punya karisma yang membuatnya tampak tangguh dan keren, meski harus melontarkan beberapa kalimat yang tak terang dan terkadang konyol.
Kedua abjad tersebut yaitu figur kunci dalam serial novel The Dark Tower karya penulis tenar Amerika, Stephen King. Pertarungan mereka pasti sensasional. Makara sedikit mengherankan ketika keduanya relatif mundur ke latar belakang sebagai abjad pendukung, dimana abjad utamanya diambil alih oleh dewasa biasa berjulukan Jake Chambers (Tom Taylor). Ia tak begitu biasa sih sebab punya semacam kemampuan spesial, tapi nyaris tak ada yang menarik dengan Jake, baik dari penampilan atau kepribadian. Ia hanyalah avatar untuk membimbing kita mulai masuk ke dalam semesta filmnya, yang sayangnya juga sangat generik dan dangkal.
Maaf, saya terlalu buru-buru. Saya melaksanakan sesuatu yang juga dilakukan oleh film The Dark Tower: pribadi masuk tanpa memberi penjelasan, lalu ingin cepat-cepat selesai. Baiklah. Novel The Dark Tower merupakan novel yang diakui oleh Stephen King sendiri sebagai karya pamungkasnya. Terdiri dari 8 seri yang dibuat dalam rentang waktu lebih dari 3 dekade, film wacana pertarungan epik yang menyangkut takdir semesta ini punya mitologi yang katanya sekompleks The Lord of the Rings-nya J.R.R. Tolkien.
Bagaimana merangkum bahan sebanyak itu dalam satu film? Apalagi dengan durasi yang hanya satu setengah jam? Yah, mereka tak melakukannya. Film ini yaitu pembiasaan yang tak mengambil pribadi poin plot melainkan hanya elemen khas dari novelnya. Semacam sekuel katanya. Dan ini menghasilkan sebuah film yang tak buruk, tapi menjemukan, tak imajinatif, dan tak berkesan. Anda merasa pernah melihat film ibarat ini di daerah lain sebelumnya. Tak ada hal yang mengejutkan lagi; ceritanya ibarat berjalan dalam mode autopilot.
Maaf, saya terlalu buru-buru. Saya melaksanakan sesuatu yang juga dilakukan oleh film The Dark Tower: pribadi masuk tanpa memberi penjelasan, lalu ingin cepat-cepat selesai. Baiklah. Novel The Dark Tower merupakan novel yang diakui oleh Stephen King sendiri sebagai karya pamungkasnya. Terdiri dari 8 seri yang dibuat dalam rentang waktu lebih dari 3 dekade, film wacana pertarungan epik yang menyangkut takdir semesta ini punya mitologi yang katanya sekompleks The Lord of the Rings-nya J.R.R. Tolkien.
Bagaimana merangkum bahan sebanyak itu dalam satu film? Apalagi dengan durasi yang hanya satu setengah jam? Yah, mereka tak melakukannya. Film ini yaitu pembiasaan yang tak mengambil pribadi poin plot melainkan hanya elemen khas dari novelnya. Semacam sekuel katanya. Dan ini menghasilkan sebuah film yang tak buruk, tapi menjemukan, tak imajinatif, dan tak berkesan. Anda merasa pernah melihat film ibarat ini di daerah lain sebelumnya. Tak ada hal yang mengejutkan lagi; ceritanya ibarat berjalan dalam mode autopilot.

Film dibuka dengan teks yang bilang bahwa ada sebuah menara yang menjadi sentra alam semesta, yang katanya melindungi kita dari kegelapan. Hanya pikiran belum dewasa yang bisa meruntuhkannya. Jake bermimpi melihat Man in Black yang berhasil melaksanakan hal tersebut. Ia juga melihat sekilas seorang pria keren dengan pistol serta monster yang bisa memakai wajah manusia. Penerawangan Jake ini asli, sebab di film fantasi ibarat tak ada protagonis yang delusional. Karena tak punya daerah curhat, ia menumpahkannya ke media gambar. Ibunya yang khawatir jangan-jangan Jake stres tanggapan berpulangnya sang ayah, meminta dukungan psikolog. Namun, sebab curiga bahwa yang menjemputnya yaitu monster berkulit manusia, Jake melarikan diri. Anda tahu, insan biasa tak bisa melihat monster ini, sebab Jake yang punya kemampuan khusus berjulukan “shine”. Penggemar karya Stephen King pasti tahu ini yaitu rujukan kepada The Shining.
Film ini diberitakan sudah dikembangkan semenjak lama, dengan sineas yang berganti-ganti pula, mulai dari J.J. Abrams hingga Ron Howard. Yang berhasil membawakannya kepada kita sekarang yaitu Nikolaj Arcel (A Royal Affair) yang tampaknya tak begitu terampil menangani skala naratifnya. Set pieces dan efek spesialnya, uhm, tak spesial. Ruang lingkup ceritanya terasa sempit dan nyaris tak punya stake. Apa benar semesta dalam bahaya? Kok tidak ada ketegangan dan urgensi yang terasa? Saya belum membaca novelnya, tapi saya bisa menebak dari betapa generiknya plot, ada begitu banyak hal-hal yang sudah dilewatkan atau ditampilkan terlalu cepat oleh film dari bahan sumbernya.
Kita bisa bilang bahwa The Dark Tower bermain terlalu aman, mungkin tak peduli walau jadinya selevel dengan film-film fantasi kelas B yang populer di abad 90-an. Ada usaha untuk memasukkan trivia dari karya King sebelumnya, mulai dari It, The Shawshank Redemption hingga 1408, namun ini dan filmnya secara keseluruhan yaitu usaha yang sia-sia. Sony berencana membangun semesta sinematis dari film ini yang kabarnya akan terdiri dari sekuel dan beberapa serial televisi. Saya jadi ingat pesan yang tersirat seorang teman. Membangun film itu sama ibarat membangun rumah; bila pondasinya saja tak kuat, bagaimana bangunannya bisa kokoh? Tunggu. Rasanya ini analogi untuk rumah tangga. Yah, tetap bisa diterapkan untuk film sih.
Kita bisa bilang bahwa The Dark Tower bermain terlalu aman, mungkin tak peduli walau jadinya selevel dengan film-film fantasi kelas B yang populer di abad 90-an. Ada usaha untuk memasukkan trivia dari karya King sebelumnya, mulai dari It, The Shawshank Redemption hingga 1408, namun ini dan filmnya secara keseluruhan yaitu usaha yang sia-sia. Sony berencana membangun semesta sinematis dari film ini yang kabarnya akan terdiri dari sekuel dan beberapa serial televisi. Saya jadi ingat pesan yang tersirat seorang teman. Membangun film itu sama ibarat membangun rumah; bila pondasinya saja tak kuat, bagaimana bangunannya bisa kokoh? Tunggu. Rasanya ini analogi untuk rumah tangga. Yah, tetap bisa diterapkan untuk film sih.
Roland membawa Jake ke sebuah desa untuk menerima penglihatannya yang ditafsirkan oleh seorang pelihat. Belajar pelarian Jake dan perjalanan ke Mid-World, Walter menyelidiki, dan menyadari bahwa Jake memiliki potensi psikis yang cukup untuk menghancurkan Tower secara sendirian. Dia membunuh ayah tiri Jake, lalu menginterogasi ibunya wacana penglihatannya dan membunuhnya. Di Mid-World, pelihat menjelaskan bahwa Roland dapat menemukan basis operasi Walter di New York.
Para pelayan Walter, si Taheen, menyerang desa, tapi Roland membunuh mereka. Roland dan Jake kembali ke Bumi. Ketika Jake kembali ke rumah untuk memeriksa orang tuanya, beliau menemukan mayat mereka dan rusak. Roland berjanji untuk membalas dendam dan menghibur Jake dengan mengajarkan kepadanya kredo Gunslinger dan dasar-dasar pertempuran senjata. Sementara Roland mengayunkan dirinya kembali ke sebuah toko senjata, Walter menangkap Jake. Di pangkalannya, beliau mengikat Jake ke sebuah mesin, berniat membuatnya menghancurkan Menara. Jake menggunakan kekuatan psikisnya untuk mengingatkan Roland ke lokasi, dan Roland berjuang melewati antek Walter. Walter menghadapi Roland, melukainya. Setelah Jake mengingatkannya pada kredo Gunslinger, Roland pulih dan membunuh Walter dengan sebuah trik yang ditembak setelah pertarungan singkat. Roland menghancurkan mesin, menyelamatkan Tower, Jake dan belum dewasa lainnya. Setelah itu, Roland mengatakan bahwa ia harus kembali ke dunianya sendiri. Dia memberikan Jake daerah di sisinya sebagai rekannya, yang diterima Jake. Keduanya berangkat ke Mid-World.
0 Response to "Download Movie Unduh Full Movie The Dark Tower HD Quality"
Posting Komentar